Pages

Minggu, 17 Mei 2015

5 Seconds of Summer #1



Suhu, sesepuh, emak, bapak, kakak, adik, embah, semuanya. Baiklah enggak usah banyak cincong nih. Btw ini fanfiction pertamaku tentang salah satu member 5 Seconds of Summer, mungkin ntar ada personil lain di kelanjutan ceritanya. Naaaaahh.. berhubung lagi cupet nentuin judul, jadinya judulnya 5 Seconds of Summer deh. Kurang kreatif nih semoga aja ada saran di sepanjang menggarap cerita "ngimpi" ini..

Oya untuk part 1 tokohnya baru ada dikit dan silahkan tokoh "Aku" nya dinamain sendiri ya. Nama kakak boleh, temen boleh, nama kalian juga boleh banget *apasih.. Lanjut..




5 Seconds of Summer #1



“Wohooo!!!”
Begitulah teriakan anak – anak saat jam kuliah berakhir. Yang ini sangat berbeda. Tentu saja, kita akan memasuki liburan musim panas. Summer!
Musim panas disini tak sepanas ketika kita berjemur di Indonesia maupun berjalan – jalan siang bolong di jalanan kota Dubai. Aku masih bisa merasakan dingin, walaupun bulan ini lebih hangat ketimbang beberapa bulan sebelumnya. Aku sangat sangat rewel terhadap segala cuaca baru. Terlebih ini adalah negara pertama dan paling utara yang pernah kukunjungi.
Ya, kini aku berada di Finlandia dimana negara yang memiliki suhu sangat dingin. Negara ini termasuk wilayah negara nordik, bertetangga dengan Sweden, Norway dan Denmark. Suhu terdinginnya mencapai -20⁰ C bahkan ketika summer, negara ini tetap dingin (walaupun bagi masyarakat summer adalah bulan – bulan hangat tetapi menurut masyarakat tropik ini sudah lumayan dingin). Ukuran suhu yang sangat jarang ditemui di Indonesia. Di titik paling utara Finlandia, matahari tidak terbenam selama 73 hari di waktu musim panas. Di wilayah yang lain, ketika summer memiliki siang yang panjang dan malam yang pendek.
Menjadi mahasiswa ilmu sosial dan budaya di negeri orang memang tak seburuk bayangan. Tentu saja ini menyenangkan. Kita memiliki banyak teman baru, kondisi baru, pengalaman baru, budaya baru dan semua pasti serba baru.
Sebagai mahasiswa perantauan di negeri orang? Pasti hal itu akan membuat kalian berfikir, entah beberapa kali. Ada yang merasa sedih karena mereka tentu akan tinggal jauh dari orang tua, hidup mandiri dan harus dapat me–manage keuangan kita selama hidup. Untuk beberapa anak yang terbiasa bergantung pada orang tua pasti akan merasakan kesusahan dan kesedihan pada masa awal perantauan mereka. Namun itu tidak akan berjalan lama. Kesedihan akan hilang seiring berjalannya waktu sesuai dengan cara mereka beradaptasi terhadap lingkungan dan kondisi. Bagaimanapun mereka akan menemukan kenyamanan masing – masing.
Begitupula kita awalnya akan merasa senang karena ada beberapa hal yang tidak pernah kita temui di negeri asal seperti contoh salju. Mereka yang tidak mengalami musim sajlu tentu akan merasa senang ketika menyentuh salju. Hari pertama terlewati dengan agenda membuat boneka salju, minum cokelat panas atau makan roti jahe. Hari kedua, mungkin lebih baik jika digunakan untuk ‘hunting’ beberapa pemandangan dan foto diri. Hari ketiga, keempat, kelima berjalan sesuai rencana. Pada akhirnya dua minggu berselang mereka mengeluhkan beberapa masalah seperti kedinginan, kehabisan bahan makanan, dan bahkan mengatakan bahwa mereka tidak dapat dengan bebas memakai baju ketika hangout. Manusiawi memang. Itu juga terjadi padaku.
Kembali pada ‘Summer’.
Mungkin aku menghabiskan liburan kali ini dengan... pulang kampung (sumpah?). Bukan, bukan. Maksudnya adalah pulang ke kampung halaman dimana keluarga angkatku tinggal. Sebenarnya tidak jauh, hanya menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari tempat tinggalku, maksudku adalah asrama di Helsinki.
Akhir pekan, kampus sangatlah ramai. Aku tidak tahu persis memang, ini ramai atau memang telah menjadi kebiasaan mereka berkumpul di kampus pada liburan musim panas. Tetapi sepengetahuanku, selama liburan musim panas, kampus mengadakan Summer Course, semacam program pertukaran pelajar selama musim panas dengan durasi 3 – 5 minggu pendidikan.  Jelas saja aku belum begitu banyak mengerti tentang ini, aku hanya mendengar kabar dari rektorat.
Aku baru menginjakkan kaki selama 7 bulan di kampus ini. Terkenal dengan sifat yang tertutup, pendiam, polos, dan sedikit cerdik, itulah aku. Semua anak kampus memanggilku dengan nama “Si Cerdik dari Asia”. Mereka menganggap cerdik, pintar, rajin, pandai, dan pendiam adalah sebuah spesies langka di kampus. Dan kau tahu, gelar ini hanya dinobatkan bagi para pertukaran pelajar. Aku harus merasa senang atau terhina? Kenyataannya bahwa aku selalu mendapatkan nilai jelek di kelas, dan mereka memanggilku dengan nama cerdik.
“Hai, cerdik! Kau akan melakukan kegiatan apa untuk menghabiskan liburan?” Tanya seorang lelaki membuyarkan lamunanku. Aku yang sudah menata buku dengan rapih tiba – tiba sudah berserakan lagi.
“Tidak ada,” ucapku kecut.
“Tidak ada? Lalu apa fungsinya kau datang kemari?”
“Tentu saja untuk belajar”.
“Ngeh. Terlalu polos. Kau akan menyesal kalau tidak menggunakan waktumu selama disini untuk bersenang – senang,” ucap lelaki itu sedikit mengejek.
“Kau pikir begitu?” tanyaku dengan nada menantang.
“Sudah. Kau jangan menyangkalku. Sebaiknya kau ikut aku saja supaya tidak menyesal. Ya, itu kalau kau mau. Aku tidak memaksa kok..” ucapnya sedikit merayu. Aku hanya meliriknya sebentar lalu membereskan buku – bukuku yang diberantakinya.
Heh kutil, udah berantakin sekarang malah enggak bantuin.
“Tapi sebaiknya kau ikut saja. Ini pasti akan sangat seru!” ucapnya melanjutkan, “tetapi aku tidak memaksa..”
Sebal mendengarnya, akhirnya aku angkat bicara, “sudah berapa kali kau mengatakan aku-tidak-memaksa? Tetapi tetap saja memaksa!”
“Baru dua kali”
“Bahkan aku tidak mengenal kamu siapa, bagaimana bisa aku mempercayai seseorang yang membuatku sebal?”
Ia hanya tersenyum puas lalu menyodorkan tangan kanannya, berbulu, dan aku sangat geli sekali melihatnya. “Kalau begitu, aku Luke Hemmings”.
Aku membalasnya, “baiklah Luke, aku akan sedikit bertanya.”
Ia mengangguk, lalu aku melanjutkan. “Bagaimana bisa tanganmu seperti monyet?”
“Nge?”
“Berbulu. Itu-tangan,” ucapku geli seraya menunjuk lengannya.
“Oh Ini? Aku merawatnya dengan sangat sabar,” ucapnya bangga. Melihat ekspresiku, ia mengubah nada bicara, “apa? Kau ingin aku mencukurnya?”
“Sepertinya itu lebih baik,” ucapku terkekeh.
Baiklah. Lelaki yang menyebalkan, banyak bicara dan berbulu tadi adalah Luke Hemmings. Pembicaraan kami lanjutkan seraya menikmati udara sejuk dibelakang gedung A6 yang dipenuhi dengan pepohonan rindang.
Luke adalah mahasiswa ilmu sosial 3, dan aku masih belum mengerti mengapa dia mengajakku untuk bersenang – senang. Apa mungkin dia akan meracuniku? Membiusku? Menculikku? Atau mem-bully? Aku sungguh khawatir karena ia terkenal dengan sifatnya yang jahil, konyol, sedikit nakal, malas, jorok dan suka bermain wanita. Begitulah teman – teman mendeskripsikan sosok Luke Hemmings. Namun terlepas dari itu, ia termasuk mahasiswa yang memiliki banyak idola dan sedikit lebih pintar dariku.
Apa mungkin karena ia terkenal, sangat hiperaktif dalam berbagai kegiatan, dan seorang putra pebisnis? Apa semua itu berhubungan dengan idola Hemmings?
“Mungkin,” ucap Charlotte sedikit meyakinkan. Aku semakin penasaran dengan Luke. Sepertinya aku ingin mencari sisi kelemahannya. Untuk senjataku.
“Apakah dia memiliki kelemahan?” tanyaku berharap.
“Maksudmu?”
“Kelemahan Luke,” ucapku sedikit menekankan.
“Oh kelemahan? Kelemahannya adalah dia tidak pintar, sangat konyol dan terkadang autis”.
Duh.. tepok jidat deh
*****
Berhubungan dengan acaraku dan Luke (dan mungkin dengan beberapa temannya), akhirnya aku memutuskan untuk menelpon saudara angkatku. Memberi tahu bahwa aku tidak akan pergi untuk minggu ini. Maka minggu depan kuputuskan untuk benar – benar mengunjungi keluargaku di Torino.
Hari pertama liburan musim panas, sepertinya tak banyak ku habiskan waktu untuk berjemur maupun berenang. Bahkan aku tak memiliki waktu untuk itu. Kali ini aku akan pergi bersama teman baruku, Luke. Ia berjani akan memperkenalkan Finlandia padaku. Walaupun sebenarnya dia berasal dari Australia, namun sepertinya ia sudah cukup lama menetap di negara dingin ini.
Dari : Luke
Hai, cerdik! Apakah siap untuk liburan hari pertama?

Untuk : Luke
Kapanpun..

Tak berapa lama suara mobil Luke terdengar. Aku segera mempersiapkan apa yang harus kubawa. Oya, karena asrama ini dikhususkan untuk kaum wanita, maka luke tidak dapat masuk. Jadi, aku tengok saja dia melalui jendela lalu berteriak, “Luke! Tunggu!”
Bergegas aku turun. Tiba – tiba petugas absensi dan pengurus kamar pun datang menghentikanku..

Duh..




Bersambung....


2 komentar: